BIOGRAFI IMAM SUFYAN ATS-TSAURI “Sufyan Ats-Tsauri adalah pemimpin ulama-ulama Islam dan gurunya. Sufyan rahimahullah adalah seorang yang mempunyai kemuliaan, sehingga dia tidak butuh dengan pujian. Selain itu Ats-Tsauri juga seorang yang bisa dipercaya, mempunyai hafalan yang kuat, berilmu luas, wara’ dan zuhud”, demikian kata Al-Hafidz
Sebenarnya banyak sekali mazhab fikih Ahlussunnah wal Jamaah di luar empat mazhab fikih mainstream yang kita kenal hari ini Syafii, Maliki, Hanbali, dan Hanafi,. Di luar empat mazhab tersebut terdapat sejumlah mazhab lain yang pernah tumbuh dan berkembang hingga abad ketiga hingga keempat Hijriyah. Karena satu dan lain hal, mazhab-mazhab fikih sunni di luar empat mazhab ini “mati”. Tidak ada lagi sarjana-sarjana fikih yang meneruskan dan akhirnya tidak lagi menjadi mazhab yang diikuti oleh masyarakat. Salah satu dari mazhab fikih di luar empat mazhab adalah Madzhab Al-Awza’i. Nama Al-Awza’i bagi para pengkaji fikih tentu cukup familiar sebagaimana nama Abu Tsaur, Ishaq ibn Rahawaih, dan lain sebagainya yang namanya kerap disinggung dalam kitab-kitab lengkapnya adalah Abu Amr Abdurrahman bin Amr bin Yuhmid al-Awza’i. Ia lahir di Ba’labak sebuah kota di Libanon pada tahun 88 H/ 707 M. Sejak kecil ia tumbuh sebagai anak yatim dan miskin karena ditinggal ayahnya sejak ia masih balita. Ia tinggal di Ba’labak bersama ibunya yang kemudian ibunya memboyongnya untuk pindah ke kota belajar kepada sejumlah pembesar tabiin generasi setelah sahabat Nabi seperti Atha’ bin Abi Rabah, Qatadah, Al-Zuhri, dan lain sebagainya. Imam Al-Awzai ini dikenal memiliki peringai yang baik dan pengetahuan yang komplit. Murid-muridnya Imam Awza’i cukup banyak. Sebagian besar di antaranya kelak menjadi ulama besar seperti Imam Malik bin Anas pendiri Mazhab Maliki, Sufyan Al-Tsauri, bahkan sekelas tabiin sekalipun seperti Imam Az-Zuhri juga belajar kepadanya lebih tepatnya saling belajar. Belajarnya Imam Az-Zuhri kepada Imam Awza’i ini dalam disiplin ilmu hadis disebut sebagai riwayat al-akabir an ash-shaghair orang yang secara usia lebih tua belajar dan meriwayatkan hadis dari orang yang lebih muda.Meski sedemikian tingginya intelektualitas seorang Imam Awza’i, akan tetapi ia tidak sebagaimana para pendiri mazhab empat mainstream yang banyak ditulis oleh para murid-murid dan pengikutnya. Sosoknya jarang sekali diulas secara khusus oleh para muridnya. Meski demikian, bukan berarti nama beliau tidak diulas dalam buku-buku sejarah para sarjana, sebut saja di antaran dalam karya-karya ensiklopedis seperti Thabaqat-nya Ibn Sa’d, Muruj Adz-Dzahab-nya Al-Mas’udi, Hilyah Al-Awliya’-nya Abu Nu’aim, hingga dalam sejumlah literatur tentang biografi para periwayat hadis seperti al-Bidayah wan-Nihayah, Tadzkirah al-Huffadz, at-Tahdzib dan lain satu upaya yang sangat berharga dalam menelusuri jejak Imam Al-Awza’i adalah apa yang telah dilakukan oleh Syakib Arselan. Ia secara tekun meneliti manuskrip yang tersimpan di Berlin. Manuskrip tersebut, menurut Syakib Arselan, merupakan hasil salinan tangan dari Zainuddin bin Taqiyyudin bin Abdurrahman al-Khatib. Judul manuskrip yang diteliti oleh Syakib Arselan ini berjudul Mahasin Al-Masa’i fi Manaqib al-Imam Abi Amr al-Awzai, sebuah kitab yang ditulis oleh Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Al-Mushili hal ini Syakib Arselan mengatakanSelama dua tahun saya muthalaah’ di sebuah perpustakaan di Berlin, di mana saya menemukan sebuah manuskrip berjudul “Mahasin al-Masa’i, fi Manaqib al-Imam Abi Amr al-Awza’i”. Kitab ini tanpa diberi keterangan siapa penulisnya, hanya saja di bagian akhir manukrip ini tertulis nama penyalin naskahnya, yaitu Zainuddin bin Taqiyyudin Abdurrahman Al-Khathib, di mana juga tercatat titi mangsa penyalinan naskah kitab ini yakni tahun 1048. Keterangan lain tentang penyalinnya juga tidak ditemukan dalam naskah ia melakukan muthalaah sebagian halaman dari kitab ini, memotret isinya, mengumpulkan dan akhirnya menerbitkan karya ini. Mengapa ia melakukan ini? Karena beberapa alasan, di antaranya Ini adalah naskah kitab satu-satunya yang menjelaskan biografi Imam Awza’i, mungkin saja ada kitab lain selain kitab ini, hanya saja saya belum pernah melihatnya. Imam Awza’i adalah ulama generasi pertama dalam jenjang mujtahid, posisinya setara dengan Imam Syafii, Imam Malik, Imam Ahmad, dan Imam Abu Hanifah. Imam Awza’i adalah Imam bagi penduduk Syam -berdasarkan penuturan para sejarawan. Selain di Syam, masyarakat Andalusia juga dulu sempat menganut Madzhab Nadhim dalam al-Fihrisat menyebutkan dua kitab peninggalan Al-Awza’i. Yaitu Kitab As-Sunan fil-Fiqh dan Kitab al-Masail fil-Fiqh. Hanya saja yang sampai kepada kita, menurut Ibn Nadhim, hanya sebagian “al-muqtabasat” yang terdapat pada sumber-sumber yang ditulis demikian, menurut Fuat Sezgin, Ibn Abi Hatim telah berhasil menyelamatkan sejumlah risalah surat yang ditulis oleh Al-Awza’i untuk khalifah dan para wazir-nya. Risalah-risalah yang menggambarkan pandangan fikih Al-Awza’i tersebut di antaranya sebagai berikutRisalah ila Ubaidillah, wazir Khalifah Al-Mahdi fi Mawidzah was-Sual ila Ubaidillah wazir khalifah al-Mahdi fi TanajRisalah ila Isa bin Ali fi Jawabi Man Dafa’a an NafsihiPenggalan Pemikiran Fikih Imam Al-AwzaiBagi para pembelajar fikih yang cukup banyak membaca literatur-literatur besar dan mendalam, maka akan mudah menemukan penjelasan mengapa mazhab fikih dalam kelompok sunni hanya dibatasi empat imam mazhab saja. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yang salah satunya adalah karena kitab-kitab empat imam mazhab ini terkodifikasikan dengan baik. Hal mana yang tidak terjadi dalam Mazhab Imam Awza’i. Bahkan pengikut terbesarnya yang dulu berada di Syam dan Andalusia, konon hanya bisa bertahan sekitar 200 tahun. Setelah itu, masyarakat Syam berpindah menjadi pengikut Mazhab Syafi’i dan di Andalusia memilih Mazhab karena itu, corak pemikiran fikihnya Imam Awza’i pun cukup sulit untuk dicari. Hanya saja, beberapa penggalan pendapatnya mudah untuk ditelisik dari beberapa karya tulis mengenainya. Salah satunya terdapat dalam kitab Mahasin Al-Masa’i fi Manaqib al-Imam Abi Amr al-Awzai yang disunting oleh Syakib satu bab dalam buku tersebut di beri judul fashlun fi dzikr ba’dh ma ikhtarahu al-awza’i fasal sebagian pendapat fikih yang dipilih oleh Imam Al-Awza’i. Dalam bab ini dijelaskan bahwa salah satu pendapat “unik” dari Imam Al-Awza’i adalah ihwal dibolehkannya berwudhu dengan menggunakan “nabidz” alias perasaan anggur. Konon, pendapat ini didasarkan kepada salah satu hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud dimana saat itu hendak melakukan salat subuh ia ditanya oleh Nabi, “apakah kamu memiliki wudlu?” Ibn Mas’ud menjawab, “Tidak, tetapi aku memiliki sebuah tempat yang di dalamnya terdapat nabidz”. Lalu Nabi bersabda, “Kurma yang suci, air perasannya bisa menjadi alat untuk bersuci”.Pendapat lain yang cukup berbeda dengan beberapa pendapat madzhab lain seperti Madzhab Imam Syafii adalah mengenai kesucian air baik sedikit maupun banyak meskipun tertimpa najis, dengan catatan air tersebut tidak berubah sebab terkena Auza’i wafat pada hari ahad tanggal 28 bulan Safar tahun 157 H. Jenazahnya disemayamkan di belakang sebuah Masjid di Beirut yang diberi nama Masjid Imam A’lam bish-Shawab
yang memuat tidak kurang dari 1.036 masalah dari fatwa Imam Malik yang dikumpulkan Asad ibn al-Furat al-Naisabury yang berasal dari Tunis. Asad ibn Furat tersebut pernah menjadi murid Imam Malik dan pernah mendengar al-Muwaththa‟ dari Imam Malik. Kemudian ia pergi ke Irak. Al-Muwaththa‟ ini ditulis Asad ibn al-Furat ketika ia berada di Irak.
Nama beliau adalah Abdurrahman bin Amr bin Yahya Al-Auza’i. Beliau dikenal dengan nama nisbahnya, Al-Auza’i, nisbah ke daerah Al-Auza’, salah satu wilayah di Damaskus. Beliau dilahirkan pada tahun 88 H dan mengalami masa kanak-kanak dalam keadaan yatim. Namun, sejak kecil, beliau senantiasa berusaha memperbaiki diri. Sebagaimana layaknya ulama lainnya, beliau melakukan perjalanan menuju Yamamah dan Bashrah sebagai petualangan dalam menuntut ilmu. Guru dan murid Al-Auza’i Beliau mengambil hadis dari Atha’ bin Abi Rabah, Qasim bin Makhimarah, Syaddad bin Abu Ammar, Rabi’ah bin Yazid, Az-Zuhri, Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, Yahya bin Abi Katsir, dan sejumlah ulama besar dari kalangan tabiin lainnya. Diceritakan juga bahwa beliau sempat mengambil hadis dari Muhammad bin Sirin di waktu Muhammad bin Sirin sakit. Sementara, daftar para ulama yang menjadi murid beliau antara lain Syu’bah, Ibnu Mubarak, Walid bin Muslim, Al-Haql bin Ziyad, Yahya bin Hamzah, Yahya Al-Qaththan, Muhammad bin Yusuf, Al-Faryabi, Abu Al-Mughirah, dan sejumlah ulama lainnya. Pujian-pujian untuk Al-Auza’i Selama hidupnya, Imam Al-Auza’i lebih banyak disibukkan dengan berdakwah dan mengajarkan ilmu. Abu Zur’ah mengatakan, “Pekerjaan beliau adalah menulis dan membuat risalah. Risalah-risalah beliau sangat menyentuh.” Walid bin Mazid mengatakan, “Saya belum pernah melihat beliau tertawa terbahak-bahak. Apabila beliau menyampaikan kajian yang mengingatkan akhirat, hampir tidak dijumpai hati yang tidak menangis.” Beliau juga mengatakan, “Saya belum pernah melihat orang yang lebih rajin beribadah melebihi Al-Auza’i.” Al-Haql mengatakan, “Al-Auza’i telah menjawab dan menjelaskan permasalahan.” Sementara, Al-Kharibi mengatakan, “Al-Auza’i adalah manusia terbaik di zamannya. Beliau layak untuk mendapat jabatan khilafah.” Bisyr bin Mundzir mengatakan, “Saya melihat Al-Auza’i seperti orang buta, karena khusyuknya.” Disebutkan bahwa beliau menghidupkan malamnya dengan salat dan membaca Alquran sambil menangis. Nasihat-nasihat Al-Auza’i Ada beberapa nasihat yang pernah disampaikan Al-Auza’i, di antaranya Beliau pernah mengatakan kepada Walid bin Mazid, “Apabila Allah menghendaki keburukan untuk suatu kaum, Allah membuka pintu suka berdebat’ dan Allah sulitkan mereka untuk beramal”. Beliau juga menjelaskan akidah ahlus sunnah, sebagaimana yang diceritakan oleh Muhammad bin Katsir Al-Mashishi, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, “Kami dan para tabiin, semuanya, berpendapat bahwa Allah berada di atas Arsy, dan kami beriman terhadap semua keterangan tentang Allah yang terdapat dalam sunah.” Beliau menasihatkan agar manusia senantiasa berpegang dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Sebagaimana diriwayatkan Amir bin Yasaf, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, “Apabila kamu mendengar hadis dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, janganlah kamu mengambil pendapat orang lain, karena beliau adalah mubalig penyampai berita dari Allah.” Beliau juga menasihatkan, “Tidaklah seseorang berbuat bid’ah kecuali pasti akan dicabut sifat wara’-nya”. Dari Abu Ishaq Al-Fazari, bahwa Al-Auza’i menasihatkan, “Ada lima hal yang dipegangi para sahabat dan tabiin berpegang teguh dengan jamaah pemerintah, mengikuti sunah, memakmurkan masjid rajin shalat berjamaah, membaca Alquran, dan berjihad.” Ibnu Syabur mengatakan bahwa Al-Auza’i pernah menasihatkan, “Barang siapa yang mencari-cari pendapat-pendapat aneh yang menyimpang dari para ulama, niscaya dia akan keluar dari Islam.” Walid bin Mazid menceritakan bahwa Al-Auza’i mengatakan, “Celakalah orang yang mendalami ilmu untuk masalah selain ibadah dan orang yang berusaha menghalalkan hal yang haram dengan syubhat.” Beliau juga pernah berpesan dengan satu perkataan yang indah dan cukup terkenal, sebagaimana diriwayatkan oleh Walid bin Mazid; beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, عَلَيكَ بِآثَارِ مَن سَلَفَ وَإِن رَفَضَكَ النّاسُ وَإِيّاكَ ورَأيَ الرِّجَال وَإِن زَخْرَفُوهُ بِالقَولِ فَإِنَّ الأَمرَ يَنجَلِي وَأَنتَ عَلَى طَرِيقٍ مُستَقِيم “Berpegang-teguhlah dengan atsar riwayat para ulama salaf, meskipun masyarakat menolakmu. Jangan mengikuti pemikiran manusia, meskipun mereka menghiasi ucapannya. Sesungguhnya, semua perkara akan tampak dalam keadaan engkau berada di jalan yang lurus.” Wafatnya Al-Auza’i Beliau sangat dimuliakan oleh Khalifah Al-Manshur. Khalifah sangat memerhatikan nasihat-nasihat Al-Auza’i. Sampai akhirnya, beliau pernah ditawari untuk menjadi hakim oleh Khalifah, namun beliau menolaknya. Di akhir hayatnya, beliau berangkat ke Beirut dan melaksanakan tugas ribath menjaga daerah perbatasan dan meninggal dunia di sana. Warisan yang beliau tinggalkan ketika beliau wafat hanya enam dinar, dan itu merupakan sisa dari sedekah yang dia berikan. Semoga Allah merahmati Imam Al-Auza’i. Adz-Dzahabi, Tadzkirah Al-Huffazh, Al-Maktabah Asy-Syamilah, no. urut 177. Artikel
Sayyid Ja’far Al-Barzanji juga seorang Qodhi (hakim) dari madzhab Maliki yang bermukim di Madinah, merupakan salah seorang keturunan (buyut) dari cendekiawan besar Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid Al-Alwi Al-Husain Al-Musawi Al-Saharzuri Al-Barzanji (1040-1103 H / 1630-1691 M), Mufti Agung dari madzhab Syafi’i di Madinah.
Masjid Malacca Straits di Malacca, Malaysia Abu Amru Abdurrahman bin Amru bin Muhammad al-Auza’i ad-Dimasyqi adalah ulama dari Syam yang kemudian berpindah ke ke Beirut sampai wafatnya, yang mendapat julukan Syaikhul Islam. Beliau dikenal dengan nama nisbahnya, Al-Auza’i, nisbah ke daerah Al-Auza’, salah satu wilayah di Damaskus. Beliau dilahirkan pada tahun 88 H tatkala sebagian para sahabat Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam masih hidup, beliau mengalami masa kanak-kanak dalam keadaan yatim. Namun, sejak kecil, beliau senantiasa berusaha memperbaiki diri. Sebagaimana layaknya ulama lainnya, beliau melakukan perjalanan menuju Yamamah dan Bashrah sebagai petualangan dalam menuntut ilmu. Masa Muda Al-Auza’i Al-Abbas bin al-Walid bercerita bahwa guru-gurunya berkata, bahwa al-Auza’i bercerita, “Ayahku meninggal ketika aku masih kecil. Pada suatu hari aku bermain-main dengan anak-anak sebayaku, maka lewatlah seseorang dikenal sebagai seorang syaikh yang mulia dari Arab, lalu anak-anak lari ketika melihatnya, sedangkan aku tetap di tempat. Lantas Syaikh tersebut bertanya kepadaku, “Kamu anak siapa?”; maka saya menjawabnya. Kemudian dia berkata lagi, “Wahai anak saudaraku, semoga Allah merahmati ayahmu.” Lalu dia mengajakku kerumahnya, dan tinggal bersamanya sehingga aku baligh. Dia mengikutsertakan aku dalam dewan kantor/mahkamah pengadilan untuk bermusyawarah dan juga ketika pergi bersama rombongan ke Yamamah. Tatkala aku sampai di Yamamah, aku masuk ke dalam masjid jami’. Pada waktu keluar masjid ada seorang temanku berkata kepadaku, “Saya melihat Yahya bin Abi Katsir salah seorang ulama Yamamah kagum kepadamu; dan dia mengatakan, Tidaklah saya melihat di antara para utusan itu ada yang lebih mendapatkan petunjuk daripada pemuda itu!’” Al-Auza’i berkata, “Kemudian aku bermajelis dengannya dan menulis ilmu darinya hingga 14 atau 13 buku, kemudian terbakar semuanya.” Beliau adalah orang yang pertama kali menulis buku ilmu di Syam. Beliau adalah orang yang menghidupkan malamnya dengan shalat lail, membaca al-Qur’an dan menangis. Bahkan sebagian penduduk kota Beirut bercerita bahwa pada suatu hari ibunya memasuki rumah al-Auza’i dan memasuki kamar shalatnya, maka dia mendapati tempat shalatnya basah karena air mata tangisan malam harinya. Guru dan murid Al-Auza’i Beliau mengambil hadis dari Atha’ bin Abi Rabah, Qasim bin Makhimarah, Syaddad bin Abu Ammar, Rabi’ah bin Yazid, Az-Zuhri, Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, Yahya bin Abi Katsir, dan sejumlah ulama besar dari kalangan tabiin lainnya. Diceritakan juga bahwa beliau sempat mengambil hadis dari Muhammad bin Sirin di waktu Muhammad bin Sirin sakit. Sementara, daftar para ulama yang menjadi murid beliau antara lain Syu’bah, Ibnu Mubarak, Walid bin Muslim, Al-Haql bin Ziyad, Yahya bin Hamzah, Yahya Al-Qaththan, Muhammad bin Yusuf, Al-Faryabi, Abu Al-Mughirah, dan sejumlah ulama lainnya. Pujian-pujian untuk Al-Auza’i Selama hidupnya, Imam Al-Auza’i lebih banyak disibukkan dengan berdakwah dan mengajarkan ilmu. Abu Zur’ah mengatakan, “Pekerjaan beliau adalah menulis dan membuat risalah. Risalah-risalah beliau sangat menyentuh.” Walid bin Mazid mengatakan, “Saya belum pernah melihat beliau tertawa terbahak-bahak. Apabila beliau menyampaikan kajian yang mengingatkan akhirat, hampir tidak dijumpai hati yang tidak menangis.” Beliau juga mengatakan, “Saya belum pernah melihat orang yang lebih rajin beribadah melebihi Al-Auza’i.” Al-Haql mengatakan, “Al-Auza’i telah menjawab dan menjelaskan permasalahan.” Sementara, Al-Kharibi mengatakan, “Al-Auza’i adalah manusia terbaik di zamannya. Beliau layak untuk mendapat jabatan khilafah.” Bisyr bin Mundzir mengatakan, “Saya melihat Al-Auza’i seperti orang buta, karena khusyuknya.” Disebutkan bahwa beliau menghidupkan malamnya dengan salat dan membaca Alquran sambil menangis. Nasihat-nasihat Al-Auza’i Beliau pernah mengatakan kepada Walid bin Mazid, “Apabila Allah menghendaki keburukan untuk suatu kaum, Allah membuka pintu suka berdebat’ dan Allah sulitkan mereka untuk beramal.” Beliau juga menjelaskan akidah ahlus sunnah, sebagaimana yang diceritakan oleh Muhammad bin Katsir Al-Mashishi, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, “Kami dan para tabiin, semuanya, berpendapat bahwa Allah berada di atas Arsy, dan kami beriman terhadap semua keterangan tentang Allah yang terdapat dalam sunah.” Beliau menasihatkan agar manusia senantiasa berpegang dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Sebagaimana diriwayatkan Amir bin Yasaf, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, “Apabila kamu mendengar hadis dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, janganlah kamu mengambil pendapat orang lain, karena beliau adalah mubalig penyampai berita dari Allah.” Beliau juga menasihatkan, “Tidaklah seseorang berbuat bid’ah kecuali pasti akan dicabut sifat wara’-nya”. Dari Abu Ishaq Al-Fazari, bahwa Al-Auza’i menasihatkan, “Ada lima hal yang dipegangi para sahabat dan tabiin berpegang teguh dengan jamaah pemerintah, mengikuti sunah, memakmurkan masjid rajin shalat berjamaah, membaca Alquran, dan berjihad.” Ibnu Syabur mengatakan bahwa Al-Auza’i pernah menasihatkan, “Barang siapa yang mencari-cari pendapat-pendapat aneh yang menyimpang dari para ulama, niscaya dia akan keluar dari Islam.” Walid bin Mazid menceritakan bahwa Al-Auza’i mengatakan, “Celakalah orang yang mendalami ilmu untuk masalah selain ibadah dan orang yang berusaha menghalalkan hal yang haram dengan syubhat.” Beliau juga pernah berpesan dengan satu perkataan yang indah dan cukup terkenal, sebagaimana diriwayatkan oleh Walid bin Mazid; beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, عَلَيكَ بِآثَارِ مَن سَلَفَ وَإِن رَفَضَكَ النّاسُ وَإِيّاكَ ورَأيَ الرِّجَال وَإِن زَخْرَفُوهُ بِالقَولِ فَإِنَّ الأَمرَ يَنجَلِي وَأَنتَ عَلَى طَرِيقٍ مُستَقِيم “Berpegang-teguhlah dengan atsar riwayat para ulama salaf, meskipun masyarakat menolakmu. Jangan mengikuti pemikiran manusia, meskipun mereka menghiasi ucapannya. Sesungguhnya, semua perkara akan tampak dalam keadaan engkau berada di jalan yang lurus.” Wafatnya Al-Auza’i Muhammad bin Ubaid sedang bersama Sufyan ats-Tsauri ketika datang seorang laki-laki, dia berkata, “Saya bermimpi raihanah tumbuhan berbau harum yang berasal dari daerah Maghrib diangkat” Mendengar hal itu Sufyan ats-Tsauri menimpali, “Jika mimpimu benar maka sungguh al-Auza’i telah wafat.” Maka mereka menulis surat menanyakan hal itu, dan ternyata memang benar demikian. Sebab kematiannya, bahwa setelah beliau menyelesaikan pekerjaannya mengecat sesuatu dengan cat berwarna, kemudian masuk kamar mandi yang ada di rumahnya; sementara istrinya masuk bersamanya dengan membawa tabung yang berisi arang agar beliau tidak kedinginan di dalamnya. Istrinya menutup pintu kamar mandi tersebut. Ketika asap arang itu menyebar, beliau menjadi lemas. Beliau berusaha membuka pintu, tetapi tidak bisa. Kemudian beliau terjatuh, dan kami menemukannya dalam keadaan tangan menghitam dan menghadap ke arah kiblat. Abu Mushir berkata tentang kematian al-Auza’i, bahwa ketika dia berada dikamar mandi, istrinya menutup pintu kamar mandi tersebut tanpa sengaja, sehingga hal itulah yang menjadi penyebab kematiannya. Karenanya Sa’id bin Abdul Aziz memerintahkan istri al-Auza’i untuk membebaskan seorang budak. Beliau sangat dimuliakan oleh Khalifah Al-Manshur. Khalifah sangat memerhatikan nasihat-nasihat Al-Auza’i. Sampai akhirnya, beliau pernah ditawari untuk menjadi hakim oleh Khalifah, namun beliau menolaknya. Di akhir hayatnya, beliau berangkat ke Beirut dan melaksanakan tugas ribath menjaga daerah perbatasan dan meninggal dunia di sana. Warisan yang beliau tinggalkan ketika beliau wafat hanya enam dinar, dan itu merupakan sisa dari sedekah yang dia berikan. Beliau meninggal pada tahun 153 H, dan kebanyakan ulama berkata bahwa beliau meninggal pada tahun 157 H di bulan Shafar. Referensi - - - Adz-Dzahabi,Tadzkirah Al-Huffazh, Al-Maktabah Asy-Syamilah, no. urut 177
60 Ibnu Hajar Al Asqalani. Nama lengkap: Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al Asqalani. Demikian 60 ulama besar dari masa tabi’in hingga tahun 1000 hijriyah. Untuk biografi yang telah tersedia (dan tentunya dari beberapa referensi), bisa diklik link pada nama ulama tersebut.
His name is Abdurrahman Ibn Amr Ibn Yahya Al-Auza’i. He was known as Al Auza’i, the name attributed to the area of Al Auza’, one of the region in Damascus. He was born on year 88 H and he passed his childhood as an orphan. But since his early age, he always tried to be a better person. As other scholars, he journeyed to Yamama and Basra to seek for knowledge. Teachers and Students of Al Auza’i He learned hadith from Atha’ Ibn Abi Rabah, Qasim Ibn Makhimarah, Syaddad Ibn Abu Ammar, Rabi’ah Ibn Yazid, Az-Zuhri, Muhammad Ibn Ibrahim At-Taimi, Yahya Ibn Abi Katsir, and several other grand scholars from the tabeen generation. It is said that he also got a chance to learn hadith from Muhammad Ibn Sirin when Muhammad was sick. Whereas among the list of scholars that were his students ; Syu’bah, Ibn Mubarak, Walid Ibn Muslim, Al-Haql Ibn Ziyad, Yahya bin Hamzah, Yahya Al-Qaththan, Muhammad Ibn Yusuf, Al-Faryabi, Abu Al-Mughirah, and several other scholars. Praises for Al Auza’i During his lifetime, Imam Al Auza’i was more busied by activities of enjoining people to goodness and teaching knowledges. Abu Zur’ah said, “His works were writing and creating monograph. His monographs are very touching.” Walid Ibn Mazid said, “I’ve never seen him laugh out loud. When he delivered a lesson about the Hereafter, it was hard to encounter a heart that didn’t cry.” He also said, “I’ve never seen a man who is more diligent in worship than Al Auza’i.” Al Haql said, “Al Auza’i had answered and explained about problems.” Whereas Al Kharibi said, “Al Auza’i was the best man of his time. He deserved to be a caliph.” Bisyr Ibn Mundzir said, “I saw Al Auza’i as if he was a blind man, due to his devotion in worship, -ed.” It is said that he enlivened his night by performing prayer and reciting the Qur’an, crying. Advices of Al Auza’i There are some advices that Al Auza’i ever delivered, including He ever said to Walid Ibn Mazid, “If Allah wants evil for some people, Allah will open the door of argumentation fond of debate’ for them, -ed and Allah will make it hard for them to perform righteous deed.” He also explained about the creed of ahl sunnah, as storied by Muhammad Ibn Katsir Al Mashishi, that he heard Al Auza’i said, “We and the tabeen, all of us, believe that Allah is on His Great Throne, and we believe every information about Allah that is revealed in sunnah.” He advised people to always hold fast to the saying of the Prophet -peace and prayer of Allah be upon him-. As narrated by Amir Ibn Yasaf, that he heard Al Auza’i said, “If you heard a hadith from the Prophet -peace and prayer of Allah be upon him-, don’t take anyone else’s opinion, because he was the messenger of Allah.” He also advised, “No one does an innovation but his cautiousness wara’ will be deprived from him.” From Abu Ishaq Al Fazari, he said that Al Auza’i ever advised people, “There are five things that the companions and the tabeen were holding onto hold fast to the congregation the government, follow the sunnah, prosper the mosque praying diligently in congregation, read the Qur’an, and join the holy war jihad.” Ibn Syabur said that Al Auza’i once advised people, “Whoever tries to find strange opinions that deviated from the scholars’ way, surely he will come out of Islam.” Walid Ibn Mazid told that A Auza’i said, “Woe to those who study the science to issues other than worship and those who try to justify forbidden things by using doubtful opinions, -ed.” He also advised people with a beautiful and quite famous saying, as narrated by Walid Ibn Mazid; he heard that Al Auza’i said, عَلَيكَ بِآثَارِ مَن سَلَفَ وَإِن رَفَضَكَ النّاسُ وَإِيّاكَ ورَأيَ الرِّجَال وَإِن زَخْرَفُوهُ بِالقَولِ فَإِنَّ الأَمرَ يَنجَلِي وَأَنتَ عَلَى طَرِيقٍ مُستَقِيم “Hold fast to the atsar narration of the scholars of predecessors, although people might reject you. Do not follow the thought of men, although they adorned their words. Indeed, all matters will be seen while you are on the straight path.” The death of Al Auza’i He was highly respected by the caliph Al Manshur. The caliph paid close attention to Al Auza’i’s advices, to the extent that he offered him to be a judge, but he refused the offer. At the end of his life, he departed to Beirut and performed the duty of ribath guarding the frontier and he died there. The only inheritance he left were six dinars, and it was what left from the money he spent on charity. May Allah have mercy on Imam Al Auza’i. References ” Tadzkirah Al-Huffazh”, Adz Dzahabi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, serial number 177
IndonesiaMercusuar Dunia bersama Nahdlatul Ulama menyajikan info profil pesantren, sekolah islam, biografi ulama, lokasi ziarah, tuntunan ibadah, shalat, puasa, zakat,
Biografi Abu Amru Abdurrahman Al-Auza’i Wafat 157 H Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang biografi Abu Amru Abdurrahman Al-Auza’i. Beliau merupakan slah satu perawi hadits, selain itu beliau juga ahli fiqih. Untuk lebih jelasnya mari kita sima’ biografi beliau. Nama Lengkap Nama sebenarnya adalah Abu amr Abdurahman bin amr Asy Syamy ad Dimasqy. Ia seorang fiqh di Syam di masanya. Dilahirkan pada tahun 88 H. Penduduk Syam dan Maghribi bermadzhabkan beliau sebelum bermadzhab dengan Malik. Beliau seorang Ulama Tabi’it Tabi’in, menerima hadits dari golongan Tabi’in yaitu Atha’ bin Abi Rabah, Qatadah, Nafi’, az Zuhry, Yahya bin Abi Katsir dan yang laiinya. Diantara imam imam yang meriwayatkan hadits dari padanya yaitu Sufyan, Malik, Syu’bah, Ibn Mubarak, dan yang lainnya. Baca juga Biografi Imam Abu Hanifah Para ulama sepakat bahwa al Auza’iy seorang yang tinggi ilmunya dalam bidang hadits dan fiqh. Abdurahman ibn Mahdy berkata,” tidak ada seorang alim tentang sunnah di Syam melainkan al Auza’iy”. Huqal berkata,” al Auza’iy telah menjawab 1000 masalah dari pertanyaaan2 dan para ulama mengakui ketinggian ilmunya”. Para ulama yang semasa dengan beliau mengatakan bahwa beliau adalah seorang imam dalam bidang hadits dan fiqh dan seorang yang berani berterus terang dalam mengemukakan kebenaran kepada para penguasa. Ia wafat pada tahun 157 di Beirut Disalin dari riwayat al Auza’iy dalam Tahdzibul asma karya Karya an-Nawawi no 1 298
1. Biografi Imam Syafi'i. a. Awal Kehidupan. Nama beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin Syafi'i, nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah SAW pada kakeknya Abdul Manaf. Imam Syafi'i lahir pada bulan Rajab pada tahun 150 H. di Gaza, tidak lama kelahiran beliau, ayah beliau wafat.
Nama beliau adalah Abdurrahman bin Amr bin Yahya Al-Auza’i. Beliau dikenal dengan nama nisbahnya, Al-Auza’i, nisbah ke daerah Al-Auza’, salah satu wilayah di Damaskus. Beliau dilahirkan pada tahun 88 H dan mengalami masa kanak-kanak dalam keadaan yatim. Namun, sejak kecil, beliau senantiasa berusaha memperbaiki diri. Sebagaimana layaknya ulama lainnya, beliau melakukan perjalanan menuju Yamamah dan Bashrah sebagai petualangan dalam menuntut ilmu. Guru dan murid Al-Auza’i Beliau mengambil hadis dari Atha’ bin Abi Rabah, Qasim bin Makhimarah, Syaddad bin Abu Ammar, Rabi’ah bin Yazid, Az-Zuhri, Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, Yahya bin Abi Katsir, dan sejumlah ulama besar dari kalangan tabiin lainnya. Diceritakan juga bahwa beliau sempat mengambil hadis dari Muhammad bin Sirin di waktu Muhammad bin Sirin sakit. Sementara, daftar para ulama yang menjadi murid beliau antara lain Syu’bah, Ibnu Mubarak, Walid bin Muslim, Al-Haql bin Ziyad, Yahya bin Hamzah, Yahya Al-Qaththan, Muhammad bin Yusuf, Al-Faryabi, Abu Al-Mughirah, dan sejumlah ulama lainnya. Pujian-pujian untuk Al-Auza’i Selama hidupnya, Imam Al-Auza’i lebih banyak disibukkan dengan berdakwah dan mengajarkan ilmu. Abu Zur’ah mengatakan, “Pekerjaan beliau adalah menulis dan membuat risalah. Risalah-risalah beliau sangat menyentuh.” Walid bin Mazid mengatakan, “Saya belum pernah melihat beliau tertawa terbahak-bahak. Apabila beliau menyampaikan kajian yang mengingatkan akhirat, hampir tidak dijumpai hati yang tidak menangis.” Beliau juga mengatakan, “Saya belum pernah melihat orang yang lebih rajin beribadah melebihi Al-Auza’i.” Al-Haql mengatakan, “Al-Auza’i telah menjawab dan menjelaskan permasalahan.” Sementara, Al-Kharibi mengatakan, “Al-Auza’i adalah manusia terbaik di zamannya. Beliau layak untuk mendapat jabatan khilafah.” Bisyr bin Mundzir mengatakan, “Saya melihat Al-Auza’i seperti orang buta, karena khusyuknya.” Disebutkan bahwa beliau menghidupkan malamnya dengan salat dan membaca Alquran sambil menangis. Nasihat-nasihat Al-Auza’i Ada beberapa nasihat yang pernah disampaikan Al-Auza’i, di antaranya Beliau pernah mengatakan kepada Walid bin Mazid, “Apabila Allah menghendaki keburukan untuk suatu kaum, Allah membuka pintu suka berdebat’ dan Allah sulitkan mereka untuk beramal.” Beliau juga menjelaskan akidah ahlus sunnah, sebagaimana yang diceritakan oleh Muhammad bin Katsir Al-Mashishi, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, “Kami dan para tabiin, semuanya, berpendapat bahwa Allah berada di atas Arsy, dan kami beriman terhadap semua keterangan tentang Allah yang terdapat dalam sunah.” Beliau menasihatkan agar manusia senantiasa berpegang dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Sebagaimana diriwayatkan Amir bin Yasaf, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, “Apabila kamu mendengar hadis dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, janganlah kamu mengambil pendapat orang lain, karena beliau adalah mubalig penyampai berita dari Allah.” Beliau juga menasihatkan, “Tidaklah seseorang berbuat bid’ah kecuali pasti akan dicabut sifat wara’-nya”. Dari Abu Ishaq Al-Fazari, bahwa Al-Auza’i menasihatkan, “Ada lima hal yang dipegangi para sahabat dan tabiin berpegang teguh dengan jamaah pemerintah, mengikuti sunah, memakmurkan masjid rajin shalat berjamaah, membaca Alquran, dan berjihad.” Ibnu Syabur mengatakan bahwa Al-Auza’i pernah menasihatkan, “Barang siapa yang mencari-cari pendapat-pendapat aneh yang menyimpang dari para ulama, niscaya dia akan keluar dari Islam.” Walid bin Mazid menceritakan bahwa Al-Auza’i mengatakan, “Celakalah orang yang mendalami ilmu untuk masalah selain ibadah dan orang yang berusaha menghalalkan hal yang haram dengan syubhat.” Beliau juga pernah berpesan dengan satu perkataan yang indah dan cukup terkenal, sebagaimana diriwayatkan oleh Walid bin Mazid; beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, عَلَيكَ بِآثَارِ مَن سَلَفَ وَإِن رَفَضَكَ النّاسُ وَإِيّاكَ ورَأيَ الرِّجَال وَإِن زَخْرَفُوهُ بِالقَولِ فَإِنَّ الأَمرَ يَنجَلِي وَأَنتَ عَلَى طَرِيقٍ مُستَقِيم “Berpegang-teguhlah dengan atsar riwayat para ulama salaf, meskipun masyarakat menolakmu. Jangan mengikuti pemikiran manusia, meskipun mereka menghiasi ucapannya. Sesungguhnya, semua perkara akan tampak dalam keadaan engkau berada di jalan yang lurus.” Wafatnya Al-Auza’i Beliau sangat dimuliakan oleh Khalifah Al-Manshur. Khalifah sangat memerhatikan nasihat-nasihat Al-Auza’i. Sampai akhirnya, beliau pernah ditawari untuk menjadi hakim oleh Khalifah, namun beliau menolaknya. Di akhir hayatnya, beliau berangkat ke Beirut dan melaksanakan tugas ribath menjaga daerah perbatasan dan meninggal dunia di sana. Warisan yang beliau tinggalkan ketika beliau wafat hanya enam dinar, dan itu merupakan sisa dari sedekah yang dia berikan. Semoga Allah merahmati Imam Al-Auza’i. Adz-Dzahabi, Tadzkirah Al-Huffazh, Al-Maktabah Asy-Syamilah, no. urut 177 Artikel KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI +62813 26 3333 28
Namayang sebenarnya dari Imam Al-Auza’i adalah Abu ‘Amr Abdurrahman bin Amr Asy Syamy Ad Dimasqy, ia merupakan seorang ahli fiqh di Syam pada masanya. Ulama
1. NAMA DAN TANAH KELAHIRAN Adalah Abu Amru Abdurrahman bin Amru bin Muhammad Al-Auza’i Ad-Dimasyqi, ulama ahli fiqh besar dari Syam . Madzhab yang didirikan ulama yang akrab disebut Imam Abdurrahman Al-Auza’i itu sempat bertahan selama 220 tahun sebelum tergusur oleh madzhab lain yang lebih populer. Madzhab ini banyak diamalkan pada kisaran tahun ke-2 Hijrah sampai pertengahan abad ke-3 Hijrah di negeri Syam sekarang Lebanon, Yordania, Syiria, Palestina. Dinamakan madzhab al-Auza’ie karena penisbatan kepada Imam madzhab ini, yaitu Imam Abdurrahman bin Muhammad Al-Auza’ie. Lahir di Ba’labak, salah satu daerah di Lebanon pada tahun 88 Hijriyah. Dan penisbatan al-Auza’ie adalah penisbatan suku asli dari ayahnya yang merupakan berasal dari suku al-Auza’ [الأوزاع], suku asli yang mendiami Bab-al-Faradis, sebelah selatan Beirut yang berbatasan dengan Suriah. dan wafat di kota yang sama pada tahun 157 Hijrah. Ahmad Amin, sejarawan kontemporer dari Mesir, mengatakan Imam Al-Auza’i berasal dari suku Auza’, salah satu sub kabilah Hamdan yang berdomisili di Arab Selatan. Sementara Shihabuddin Abu Abdillah Ya’qub bin Abdullah Al-Hamawi, sejarawan masa kejayaan Dinasti Abbasiyyah mengatakan, Al-Auza’ adalah salah satu kabilah di Yaman yang kemudian hijrah ke Syam. Daerah baru tersebut kemudian dikenal juga dengan nama Al-Auza’. Di desa Auza’ itulah Imam Abdurrahman Al-Auza’i lahir pada tahun 88 H. Kebetulan pada masa itu masih ada sebagian sahabat Nabi SAW yang masih hidup. Sejak kecil Imam Al-Auza’i dikenal gigih menuntut ilmu dari para ulama. Ia pernah mengembara sampai Yamamah, Makkah, Basrah, Damaskus dan Beirut. Imam al-Zirikli dalam kitabnya al-A’lam mengutip pernyataan Shalih bin Yahya, yang ini juga tertulis dalam tarikh Baghdad, beliau mengatakan “Imam al-Auza’ie adalah orang yang punya kedudukan luhur bagi warga Syam. Bahkan perintahnya lebih ditaati dibanding perintah penguasa ketika itu”. Beliau hidup semasa dengan Imam Ja’far al-Shadiq 148 H, Imam Robi’ah 136 H di Mekkah, Imam Abu Hanifah di Baghdad 150 H, Imam al-Laits bin Sa’d 175 H di Mesir, Imam Sufyan al-Tsauri 161 H, dan beberapa ulama pada akhir abas ke-2 Hijrah. 2. PERKEMBANGAN MADZHAB AL-AUZA’IE Madzhab Al-Auza’i dikembangkan oleh murid-muridnya, seperti Imam Malik dan Sufyan bin Uyainah, sebelum kedua tokoh itu mendirikan madzhabnya sendiri. Madzhab Al-Auza’i sempat diamalkan orang di Syam Syiria selama 220 tahun sebelum terdesak oleh madzhab Syafi’i. Madzhab tersebut juga pernah berkembang di Andalusia, namun akhirnya tergantikan oleh madzhab Maliki. Fatwa dan pemikiran Al-Auza’i sebenarnya belum pernah terkodifikasi mudawwan dalam satu buku tersendiri. Salah satu tokoh berkembangannya madzhab ini ialah Abdurrahman bin Ibrahim 245 H dari keluarga Umawi penguasa ketika itu, yang menyebarkan madzhab al-Auza’ie dengan posisinya sebagai Gubernur Yordan serta Palestina ketika itu. Dan juga, yang masyhur ialah Sho’sho’ah bin Salam bin Abdullah al-Dimasyqa 190 H yang membawa madzhab ini ke Andalus, yang mana beliau juga seorang khathib di Qurthuba. Pemikiran Imam yang bersahaja itu tersebar di banyak kitab seperti Ikhtilaf Al-Fuqaha karya Ibnu Jarir Ath-Thabari dan Al-Umm karya Imam Syafi’i. Dalam Al-Umm, Imam Syafi’i mengulasnya secara khusus dalam satu bab tersendiri yang bertajuk kitab siyarul Auza’i, yang berisi perdebatan antara Imam Hanafi dan ulama Hanafiah dengan Imam Al-Auza’i. Kitab lain yang memuat pendapat Al-Auza’i antara lain Muqaddimah al-Jarh wat Ta’dil karya Abu Hatim, Tarikh Damsyiq karya Ibnu Asakir Ad-Dimasyqi dan Al-Bidayah wan Nihayah karya Abul Fida Muhmmad ibn Katsir Ad-Dimasyqi. Keilmuan Imam Al-Auza’i begitu membekas di hati rakyat Beirut hingga saat ini. Terbukti salah satu akademi studi Islam di kota itu yang didirikan pada tahun 1980an diberi nama Kulliyah Al-Imam Al-Auza’i lid Dirasa al-Islamiyyah, Akademi Studi Keislaman Imam Al-Auza’i. 3. METODE FIQH AL-AUZA’IE Sheikh Muhammad al-Khudhari Bik dalam kitabnya Tarikh al-Tasyri’ al-Islami memberikan sedikit ciri khas yang dimiliki oleh madzhab al-Auza’ie ini, yaitu mereka sangat benci sekali dengan Qiyas dalam fiqih mereka. Corak ini jelas terpengaruh oleh Imam al-Auza’ie sendiri yang merupakan seorang Muhaddits Ahli Hadits. Menurut Syaikh Muhammad Fauzi, guru besar ilmu fiqih kontemporer di Damaskus, Imam Al-Auza’i termasuk tokoh yang mengedepankan nash hadits dan menolak penggunaan logika dalam bentuk qiyas. Demikian juga yang diceritakan oleh Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm-nya. Dalam salah satu nasehat kepadanya kepada Baqiyah bin Al-Walid, Imam Abdurrahman Al-Auz’ai mengatakan, “Wahai Baqiyah, janganlah kamu membicarakan salah seorang sahabat Nabi kecuali mengenai kebaikannya. Sesungguhnya ilmu itu adalah apa yang datang dari sahabat Nabi, maka yang datang dari selain mereka bukan merupakan ilmu ” . Kata “yang bukan dari sahabat nabi” tersebut ditujukan kepada fatwa berdasarkan qiyas 4. GURU-GURU IMAM AUZA’IE Guru-gurunya kebanyakan para tabi’in yang mempelajari ilmunya langsung dari para sahabat Rasulullah SAW. Mereka antara lain Atha’ bin Abi Rabbah mufti Makkah, Muhammad bin Sirin wafat 110 H, mufti Basrah, Imam Muhammad Al-Baqir ulama kalangan ahlul bait, Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri wafat 124, muhaddits dan mufti Madinah, Yahya bin Abu Katsir, Ismail bin Ubaidillah bin Abul Muhajir, Muth’im bin Al-Miqdam, Umar bin Hani’, Muhammad bin Ibrahim, Salim bin Abdullah, Syadad Abu Ammar, Ikrimah bin Khalid, Alqamah bin Martsad, Maimun bin Mihran, Nafi’ maula Ibnu Umar, dan masih banyak lagi. Al-Abbas bin al-Walid menceritakan kenangan guru-gurunya tentang masa kecil Al-Auza’i. Menurut mereka Abdurrahman Al-Auza’i pernah bercerita, “Ayahku meninggal ketika aku masih kecil. Pada suatu hari aku bermain-main dengan anak-anak sebayaku, maka lewatlah seseorang dikenal sebagai seorang syaikh yang mulia dari Arab, lalu anak-anak lari ketika melihatnya, sedangkan aku tetap di tempat. Lantas Syaikh tersebut bertanya kepadaku, Kamu anak siapa?’ Akupun menjawabnya. Kemudian dia berkata lagi, Wahai anak saudaraku, semoga Allah merahmati ayahmu.’ Lalu Syaikh itu mengajakku kerumahnya, dan aku tinggal bersamanya sehingga aku baligh. Syaikh itu juga mengikutsertakan aku dalam dewan mahkamah pengadilan untuk bermusyawarah dan juga ketika pergi bersama rombongan ke Yamamah. Ketika sampai di Yamamah, aku masuk ke dalam masjid jami’. Dan saat keluar dari masjid seorang temanku berkata kepadaku, Saya melihat Yahya bin Abi Katsir salah seorang ulama Yamamah kagum kepadamu dan mengatakan, Tidaklah saya melihat di antara para utusan itu ada yang lebih mendapatkan petunjuk daripada pemuda itu!’ Al-Auza’i berkata, Kemudian aku bermajelis dengannya dan menulis ilmu darinya hingga 14 atau 13 buku, tetapi kemudian semuanya habis terbakar.” 5. PUJIAN ULAMA TERHADAP IMAM AUZA’IE Perihal keilmuannya, banyak ulama yang bersaksi akan ketinggian dan keluasan pengetahuan sang sang Imam. Ummayyah berkata, “Sungguh telah terkumpul pada diri Al-Auza’i sosok seorang ahli ibadah, ulama yang alim dan orang yang jujur.” Imam Malik berkata, “Al-Auza’i adalah seorang imam yang diikuti”. Ibnul Mubarok berkata, “Kalau saya disuruh memilih pemimpin untuk umat ini, maka saya akan memilih Sufyan ats-Tsauri dan al-Auza’i. Dan jika disuruh memilih di antara keduanya, maka saya akan memilih al-Auza’i karena dia lebih lembut.” Hal seperti ini juga dikatakan Abu Usamah. Abdurrahman bin Mahdi berkata, “Manusia pada zaman itu merujuk kepada empat orang Hammad bin Zaid di Bashrah, Sufyan ats-Tsauri di Kufah, Imam Malik di Hijaz dan Al-Auza’i di Syam. Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, pendiri madzhab Syafi’i, mengatakan, “Saya tidak pernah melihat seorang laki-laki yang ilmu fiqihnya seluas ilmu haditsnya seperti Al-Auza’i.” Demikianlah, tak hanya dikenal sebagai ulama yang alim, Imam Abdurrahman Al-Auza’i juga termasyhur dengan keshalihan dan ketaqwaannya. Perihal ketaqwaan Al-Auza’i, sebagian penduduk kota Beirut menceritakan, suatu hari ibunya memasuki rumah sang imam dan memasuki kamar shalatnya. Sang ibu mendapati tempat shalat Imam Al-Auz’ai basah karena sisa air mata tangisan malam harinya. Ketika berita keluasan ilmunya tersebar, para penuntut ilmu pun berduyun-duyun datang dan belajar kepada Imam Al-Auza’i. Di antara mereka tercatat Syu’bah, Sufyan Ats-Tsauri, Yunus bin Yazid, Malik, Ibnul Mubarok, Abu Ishaq Al-Fazari, Yahya Al-Qadhi, Yahya Al-Qaththan, Muhammad bin Katsir, Muhammad bin Syu’aib dan masih banyak lagi. 6. SEBAGIAN FATWA IMAM AUZA’IE Beberapa fatwa Imam Al-Auza’i adalah sebagai berikut Apabila air –baik sedikit maupun banyak– terkena sesuatu yang mengandung najis lalu air itu tidak berubah warna, rasa maupun baunya, maka ia tidak najis. Dasar pendapat ini adalah hadits tentang badui yang kencing di masjid yang belakangan diriwayatkan oleh jamaah kecuali Imam Muslim dan hadits tentang kesucian air sumur yang belakangan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Asy-Syafi’i Fatwa lainnya, apabila bagian bawah sepatu terkena najis, lalu digosok-gosokkan ke tanah hingga najisnya hilang, maka sepatu itu telah suci dan seseorang boleh melaksanakan sambil mengenakan sepatu itu. Dasar fatwa ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudri, bahwasannya Nabi SAW bersabda, “Apabila seseorang diantara kalian datang ke masjid, maka hendaklah ia membalikkan alas kakinya. Jika ia melihat ada najis, hendaklah ia mengusap-usapkan ke tanah kemudian melaksanakan shalat sambil mengenakannya.” 7. NASIHAT-NASIHAT IMAM AL-AUZA'IE Ada beberapa nasihat yang pernah disampaikan Imam Al-Auza’ie, antaranya ialah beliau pernah mengatakan kepada Walid bin Mazid, “Apabila Allah menghendaki keburukkan untuk sesuatu , Allah membuka satu pintu suka berdebat dan Allah sulitkan mereka untuk beramal.” Beliau juga menjelaskan akidah Ahli Sunnah. Sebagaimana yang diceritakan oleh Muhammad bin Katsir Al-Mashishi bahawa mendengar Al-Auza’ie mengatakan, “Kami para tabi’in semuanya berpendapat bahawa Allah berada di atas Arsy, dan kami beriman terhadap semua keterangan tentang Allah yang terdapat dalam sunnah.” Beliau menasihatkan agar manusia sentiasa berpegang dengan sabda Nabi SAW. Sebagaimana diriwayatkan Amir bin Yasaf bahawa beliau mendengar Al-Auza’ie mengatakan, “Apabila kamu mendengar hadis dari Nabi SAW, janganlah kamu mengambil pendapat orang lain, kerana beliau adalah mubaligh iaitu peyampai berita dari Allah.” Beliau juga menasihatkan “Tidaklah seseorang berbuat bida’ah kecuali pasti akan dicabut sifat waraknya.” Dari Abu Ishaq Al-Fazari, bahwa Al-Auza’ie mensihatkan, “Ada lima hal yang dipegangi para sahabat dan tabi’in, berpegang teguh dengan pemerintah, mengikuti sunnah, memakmurkan masjid, solat berjemaah, membaca Al-Quran dan berijtihad.” Ibnu Syabur mengatakan bahawa Imam Al-Auza’ie pernah menasihatkan ; “Barang siapa mencari pendapat yang aneh yang menyimpang dari para ulama’ niscaya dia akan keluar daripada islam.” Walid bin Mazid menceritakan bahawa Al-Auza’ie mengatakan, “Celakalah orang yang mendalami ilmu untuk masalah selain ibadah dan orang yang berusaha menghalalkan hal yang haram dengan syubhat” Beliau juga pernah berpesan dengan satu perkataan yang indah dan cukup terkenal. Sebagaimana diriwayatkan oleh Walid bin Mazid, beliau mendengar Imam Al-Auza’ie mengatakan, عَلَيْكَ بِاثَارِ مَنْ سَلَفَ وإِنْ رَفَضَكَ الناسُ وَإِياكَ وَرَأْيَ الرجَالِ وَإِنْ زَخْرَفُوْهُ بالْقَوْلِ فَإِن الْأَمْرَ يَنْجَلِي وَأَنْتَ عَلَى طَرِيْقٍ مُسْتَقِيْمٍ “Berpegang teguhlah dengan atsar riwayat para ulama salaf, meskipun masyarakat menolakmu. Jangan mengikuti pemikiran manusia, meskipun mereka menghiasi ucapannya. Sesungguhnya, semua perkara akan nampak dalam keadaan engkau berada di jalan yang lurus.” 8. PUNAHNYA MADZHAB AUZA’IE Sayangnya, di pertengahan abad ke-3, madzhab ini perlahan mulai hilang dan ditinggalkan serta tidak ada lagi yang mengamalkan. Salah satu penyebabnya adalah masuknya madzhab Imam al-Syafi’i di awal abad ke-3 ke Syam, yang akhirnya menggerus madzhab al-Auza’ie. Kalau di Andalus, madzhab initergerus oleh eksistensinya madzhab al-Malikiyah di pertengahan abad ke-3 tersebut. Tapi kalau diteliti lebih dalam, punahnya madzhab ini bukan hanya karena adanya madzhab baru yang datang, tapi kerena memang tidak adanya budaya pelestarian ilmu dengan tulisan yang dilakukan oleh para murid dan pengikut Imam al-Auza’ie. Mereka hanya mengamalkan tanpa mengabadikan. Akhirnya kita sulit untuk melihat fiqih dan corak ushul madzhab al-Auza’ie serta fatwa-fatwa beliau. Tapi kita akan masih mendapati beberapa pendapat fiqih beliau di beberapa kitab fiqih Muqaranah Madzhab seperti Kitab Bidayatul-Mujtahid karangan Imam Ibnu Rusyd, atau juga kitab al-Majmu’ karangan Imam al-Nawawi, serta kitab Bada’i al-Shana’ie karangan Imam al-Kasani dari kalangan al-Hanafiyah. Selain fatwa-fatwa fiqih, Imam Al-Auza’i yang juga terkenal sebagai ahli sastra juga sering menyampaikan nasehat-nasehatnya dalam bahasa yang indah. Diantara nasehatnya adalah, “Barangsiapa yang lebih banyak mengingat kematian maka kehidupan cukup mudah baginya mencari bekal dengan beramal shalih. Dan barangsiapa berucap dengan ilmunya maka dia akan sedikit bicara.” Al-Auza’i juga berkata, “Barangsiapa yang lama dalam shalat malam, maka Allah akan memudahkan urusannya dan menaunginya pada hari kiamat”. Al-Walid bin Mazid mendengar Al-Auza’i berkata, “Apabila Allah menghendaki suatu kaum kejelekan, maka Allah akan membukakan baginya pintu berdebat dan enggan untuk beramal.” Dan juga berkata, “Sesungguhnya orang Mu’min itu sedikit bicara banyak beramal dan orang munafiq itu banyak bicara dan sedikit beramal.” Penguasa Dinasti Abbasiyah, Abu Ja’far Al-Manshur meminta Al-Auza’i menuliskan nasehat untuknya. Maka sang imam pun menulis, “Amma ba’du, wajib atasmu untuk bertaqwa kepada Allah. Rendah hatilah maka Allah akan mengangkatmu pada hari ketika Allah merendahkan orang-orang yang sombong di dunia…”Tak hanya termasyhur di kalangan fuqaha, Imam Al-Auza’i yang sangat shalih dan wara’ itu juga terkenal di kalangan ahli ma’rifat. Ketika ia wafat, misalnya, Muhammad bin Ubaid sedang bersama Sufyan ats-Tsauri ketika datang seorang laki-laki, dia berkata, “Saya bermimpi raihanah tumbuhan berbau harum yang berasal dari daerah Maghrib diangkat.” Mendengar hal itu Sufyan Ats-Tsauri menimpali, “Jika mimpimu benar, sungguh Al-Auza’i telah wafat.” Mereka lalu menulis surat untuk menanyakan hal itu, dan ternyata memang benar demikian. Ada beberapa versi tentang penyebab kematiannya. Yang paling populer adalah setelah selesai mengecat sesuatu, Imam Al-Auza’i masuk kamar mandi yang ada di rumahnya. Kemudian istrinya masuk membawa tabung yang berisi arang dan menyalakannya agar sang suami tidak kedinginan di dalamnya. Setelah itu sang istri keluar dan menutup pintu kamar mandi tersebut. Ketika asap arang itu menyebar, Imam Al-Auza’i pun menjadi lemas. Ia berusaha membuka pintu, tetapi tidak berhasil dan terjatuh. “Kami menemukannya dalam keadaan tangan menghitam dan menghadap ke arah kiblat,” kata salah seorang saksi. Sebagaimana para sufi dan ulama salaf lain yang hidupnya sangat bersahaja, Imam Abdurrahman Al-Auza’i pun tidak meninggalkan harta warisan kecuali uang sebanyak 6 dinar. Sang Imam wafat pada bulan Shafar 157 H. Ada juga sebagian kecil ulama yang mengatakan pada tahun 153 H.
Beliau dikenal dengan nama nisbahnya, Al-Auza’i, nisbah ke daerah Al-Auza’, salah satu wilayah di Damaskus. Beliau dilahirkan pada tahun 88 H dan mengalami masa kanak-kanak dalam keadaan yatim. Namun, sejak kecil, beliau senantiasa berusaha memperbaiki diri.
lGepf. y7cszy45z5.pages.dev/458y7cszy45z5.pages.dev/439y7cszy45z5.pages.dev/102y7cszy45z5.pages.dev/101y7cszy45z5.pages.dev/169y7cszy45z5.pages.dev/420y7cszy45z5.pages.dev/3y7cszy45z5.pages.dev/229
biografi imam al auza i